Selasa, 02 Oktober 2012
SAMPLE FLANEL TERBARU 2012
Kalau ingin tahu harga dan cara pemesanan lebih lanjut bisa segera menghubungi :
085642520030 atau 085642527211
Senin, 20 Agustus 2012
Sabtu, 02 Juni 2012
Ikhtiar Bunda Faqih
Kerjasama antara Suami Istri memang tidak cukup hanya menuntut hak saja, tapi jauh lebih poenting adalah bagaimana kita bisa menyusun strategi cantik yang dapat diterapkan dalam realitas problema hidup masa sekarang yang semakin inovatif dan kreatif seiring dengan semakin majunya zaman..
Bunda Faqih ternyata pengen merasakan atmosfer dunia wirausaha, bisnis handmade cukup bagus prospeknya ke depan, memang butuh kreatifitas dan ketekunan,, tapi ternyata ada yang pesan walaupun lembur 2 pekan,,
:) Monggo yang mau pesan selanjutnya,,
Rabu, 30 Mei 2012
Inspirasi Unik
Manusia itu Makhluk yang Unik...
Sebuah hal yang patut diamati dan diambil pelajarannya...
Ketika Allah menangguhkan rezeki kepadanya, maka dia berkeluh kesah sambil meratap berlinang air mata mengharap rezeki segera turun melimpah.. Pasti doanya sangat khusyu' :)
Tapi giliran rezeki
diturunkan oleh Allah kepadanya secara melimpah maka dia pun berkeluh
kesah karenanya,
:) tapi yang ini beda keluh kesahnya, karena banyaknya rezeki yang harus diikhtiari maka dia menjadi bingung dan panik karena ternyata waktunya tidak mencukupi untuk mengakses semua rezeki yang diturunkan melimpah oleh Allah tersebut..
Sebenarnya gak ada yang salah dari prolog di atas, karena memang kenyataannya banyak dialami manusia, termasuk Saya sendiri ( :) Jujur Donk...).
Lalu, timbul sebuah pertanyaan menggelitik,, Gimana cara menyikapinya ya ?
atau Sikap apa yang harus kita ambil ketika menghadapi kisah hidup di atas ?
yang jelas,, karena saya beragama Islam maka dalam ajaran islam pun sudah diajarkan ketika kita mengalami kesulitan atau kesusahan maka kita pun harus merapatkan diri pada yang namanya kesabaran sampai kesusahan itu berakhir.. nah!! ketika kesulitan/kesusahan telah berakhir maka rakitlah rasa syukur dalam hati kita.. bagaimana bentuk rakitan Syukur tersebut ?
:) ya minimal dengan mengucapkan kalimat hamdalah atau dengan sujud syukur.. dan jangan lupa,, yang paling penting dan jangan sekali-kali ditinggalkan adalah ungkapan rasa syukur kita terhadap pemberian rezeki dari Allah adalah dengan menyedekahkan minimal 10 % dari keuntungan yang kita dapat... lumayan banyak juga ya kalau laba yang kita dapat nyampae 5 jutaan :)
Jangan-jangan sedekah kita disertai rasa terpaksa karena harus kejar target 10%... Tapi yang namanya Sedekah katanya akan mendatangkan rezeki lebih melimpah,,
Katanya Siapa ? Kata Allah Azza Wa Jalla Donk... gak Percaya ? Makanya mulai sekarang sering baca tulisan bisnisnya Ust.Yusuf Manshur atau ikuti kajianya setiap jam 5 pagi di ANTV senin-jumat ( malah jadi promo..)
Lalu muncul pertanyaan ke -2 : Lha kalau diberi rezeki melimpah sedangkan manusia tidak mungkin bisa meraihnya semua terus jadi mubadzir donk kalau begitu ? ..
Nah... ketemu lagi dengan salah satu penyakit hati yang sangat mudah menjangkiti manusia seperti kita-kita ini tentunya :) yaitu Penyakit TAMAK alias Takut Makan Kurang, jadinya rezeki harus diraih semuanya tanpa mikir kemampuan yang dipunyai.. Akhirnya over acting dan human error.. jadi kacau semua ikhtiarnya,, lalu siapa yang kemudian kita salahkan? menyalahkan Allah ? HATI-HATI nanti Kuwalat karena udah berani pada Yang Menciptakan kita..
Nah,,, sekarang sudah mulai tersadar tho ? Kitalah sendiri yang wajib dipersalahkan.. Why ?
Karena sifat Tamak atau Kikir dalam hati kita maka telah membutakan hati, pikiran yang sehat dan normal kita sehingga tindakan atau action yang dilakukan melanggar norma atau aturan yang menjadi pedoman hidup kita..
maka ikhtiarlah sesuai dengan pedoman yang kita yakini itu baik dan halal... uapayakan sekuat tenaga untuk tidak melampaui batas aturan yang telah kita yakini kebaikannya.. misalnya saja ketika kita ingin mengakses rezeki dari Allah melalui bisnis Minuman, maka berbisnislah dengan menggunakan minuman yang halal dan toyyib untuk dikonsumsi... jangan perturutkan bisikan Tamak dan rakus dalam hati kita sehingga berakibat fatal pada akhirnya nanti.
Bayangkan saja ketika kita perturutkan rasa tamak tidak cukup hanya dengan menjual minuman halal dan toyyib, maka kita membongkar pedoman hidup yang telah memagari kita, lalu dengan rakusnya bak hewan babi yang kalau makan gak kenyang-kenyang, kita terperosok dalam jurang keharaman dan keburukan dengan menjual minuman keras atau yang memabukkan,, na'udzubillahi mindzalik..
Maka kata merasa Cukup inilah yang sebenarnya menjadi penawar tepat bagi hati kita yang tengah terasuki sifat tamak atau rakus terhadap rezeki apapun yang diturunkan Allah pada kita, padahal harusnya kita bisa memilah dan memilih mana rezeki yang halal dan baik untuk kita dan mana yang haram dan buruk bagi kehidupan kita...
Merasa cukup terhadap setiap rezeki pemberian Allah kalau dalam agama yang saya yakini kebenarannya yaitu Islam, dinamakan QONAAH...
Maka terhadap Setiap LIMPAHAN REZEKI yang disalurkan oleh Mikail, Asistennya Allah maka sikap kita adalah Harus Tetap Kita Ikhtiarkan secara Sabar dan Sungguh-sungguh.. Setelah kita peroleh maka kita terapkan Inti dari pembahasan kita di atas...
Lho... Lha intinya Apa tho ?
:)
Intinya Syukurilah dan tetap Qonaah...
Semoga Kita Bisa Berbuat!! Aaminn..
Minggu, 20 Mei 2012
SECERCAH...
Perenungan
Hasil Perguruan selama sepekan, Pelajaran yang didapat untuk memulai dan mengembangkan Bisnis (Menurut Ust.Yusuf Manshur) :
Hasil Perguruan selama sepekan, Pelajaran yang didapat untuk memulai dan mengembangkan Bisnis (Menurut Ust.Yusuf Manshur) :
1. Jika akan merintis suatu usaha, maka bisa menggunakan 3 Rumus :
1) Impian
2) Minta ke Allah
3) Action
2. Jika sedang berjuang mengembangkan dan memajukan usaha, maka bisa menggunakan 3 Rumus juga :
1)Allah Dulu,
2) Allah Lagi,
3) Allah Terus.
Senin, 07 Mei 2012
SHARING PROFESI
Sebelum Saya melangkah lebih jauh untuk Promotion Program Sadar Wirausaha yang menjadi Icon Utama Blog saya ini, ada baiknya anda membaca artikel dari seseorang yang mungkin punya pengalaman wirausaha dan uniknya dia mensharingkan kondisi pribadinya ketika dulu dia berwirausaha.
Bukan maksud saya menjadikan bingung Anda semua selaku pembaca blog saya dengan adanya tulisan ini. akan tetapi ini saya sebut sebagai SHARING PROFESI seperti Headline saya di atas..
Oke,, sekarang kita simak dulusharing dari artikel seseorang di bawah ini :
"Saya sering melihat banyak orang membanggakan profesinya
terlalu berlebihan. Sampai-sampai ada yang saling adu otot dan adu argumentasi.
Dahulu saya juga sempat terbawa arus seperti itu dan untungya sekarang sudah tidak. Nah salah satu yang paling sering diunggul-unggulkan adalah profesi pengusaha atau entrepreneur.
Banyak seminar, Blog atau buku yang diterbitkan dengan judul bahwa jadi pengusaha itu enak..jadi pengusaha itu adalah yang terbaik dan sebagainya.
Sebenarnya semua itu tujuannya bagus tapi sayang banyak orang yang menyajikan hanya di bagian enaknya saja, sedangkan bagian pahitnya terkesan ditutupi agar orang tertarik untuk ikut seminar atau membeli bukunya.
Nah saya tergelitik untuk mengurai apakah benar enak jadi pengusaha itu? (mengacu pada kondisi saya pribadi)
Tujuan saya hanya satu yaitu ingin berbagi saja bahwa jadi pengusaha itu banyak ndak enaknya juga jadi kita bener-bener harus siap mental dan bahkan keluarga kita juga harus siap. sebelum ikut-ikutan menjadi pengusaha sebaiknya kita juga belajar pahit getirnya profesi usaha agar nantinya tidak menjadi pengusaha yang lembek mentalnya.
Beberapa point yang sering diunggulkan dalam profesi usaha :
1. Bisa kerja semaunya sendiri dan tidak ada istilah telat atau apa.
- Jawabnya memang iya secara teori tapi pada kenyataannya jam kerja saya malah ndak karuan, bahkan sampai jam 12 malam pun masih ada konsumen yang mau konsultasi atau menelpon. Bahkan saat asyik jalan-jalan ama anak atau sedang ngajarin anak pun handphone terus berdering. Trus kadang kalo ada tamu di toko kita harus pulang sampe larut karena saking banyaknya tamu. Coba bandingkan dengan karyawan, jam kerja sampe 17.00 WIB pasti pulang dan kalo belum pulang malah digaji lemburan..kalo pengusaha capek pasti tapi lemburannya belum tentu ada....hayo sekarang coba renungkan..beratnya ndak jadi pengusaha itu....
2. Bisa berkumpul ama keluarga lebih banyak.
- Jawabnya ndak juga, malah kalo usaha masih baru berjalan atau sedang dirintis banyak pengusaha yg tidak pulang alias lembur terus untuk mengejar deadline dari konsumen...banyak pengusaha yg terkadang sampe rumah masih saja kerja dan cuek ama keluarganya karena di kepalanya hanya ada kerja dan kerja...saya pun juga merasakan hal ini...karena belum ada karyawan maka saya harus bawa kerjaan pulang bahkan ketika anak mengajak main saya malah memarahinya karena ayahnya sedang kerja...atau kalo tiba2 ada sms atau telpon tentag komplainan maka acara keluarga langsung amburadul...tapi kalo karyawan kemungkinan besar tidak akan dapat telpon seperti itu..di rumah ya dirumah..kerja ya besok di kantor....banyak pengusaha2 besar yg tidak mengenal keluarganya, mengenal anaknya, tidak pernah bisa ikut acara keluarga karena sibuk dengan pekerjaannya....nah anda hrus catat ya bahwa menyatukan kegiatan usaha dengan memperhatikan keluarga itu sangat susah..mungkin kita bisa bekerja di rumah tapi sibuk dengan kerjaan sedangkan urusan keluarga tetap terabaikan. Apakah tidak mending kita kerja seharian trus malam full untuk anak/keluarga tanpa diganggu urusan kerja?
3. Pengusaha banyak uangnya
- Jawabnya iya tapi itu kalo berhasil ya...dan tahukan anda dibalik banyak uangnya mereka juga banyak hutangnya...sekarang kalo dilihat di catatan bank maka yg paling banyak utangnya adalah pengusaha...urusan hutang ini tidak mudah bro..bahkan di dalam agama hutang akan dibawa sampe mati..sampai nanti saat kita diadili kita akan dilihat hutangnya..tuh ngeri kan resiko pengusaha itu..apalagi kalo sampe usaha kita berurusan dengan riba dan sebagainya..maka saya bilang pengusaha paling banyak bersinggungan dengan hal-hal semacam itu...so pengusaha itu berat..kita harus bisa mengatur semuanya termasuk hutang2 ini agar tidak jadi boomerang ke kita nantinya...jadi menurut saya profesi pengusaha itu rawan sehingga kita harus banyak2 bertaubat dan minta ampun agar dosa-dosa kita diampuni...jadi sekali lagi kita harus bener-bener siap mental untuk bisa membayar hutang dan ulet agar nanti tidak terlilit hutang
Itu 3 poin yg mungkin bisa jadi pertimbangan awal....so pengusaha itu juga banyak ndak enaknya..bahkan kalo kita jadi pengusaha nakal bisa dijadikan pesakitan seperti para koruptor...
Nah disini jadi jernih kan bahwa pengusaha itu bukan profesi terbaik...yang terbaik itu adalah jika kita menjalani profesi kita sesuai ajaran yang baik apapun itu profesinya.
Jadi karyawan kalo baik maka hasilnya akan baik juga
Jadi polisi kalo baik maka hasilnya juga akan baik
begitu seterusnya...
Kita memang perlu mencintai profesi kita agar sungguh-sungguh dalam menjalaninya tapi sangat tidak baik kalo kita merendahkan profesi lain karena pada dasarnya tidak ada profesi terbaik."
Dahulu saya juga sempat terbawa arus seperti itu dan untungya sekarang sudah tidak. Nah salah satu yang paling sering diunggul-unggulkan adalah profesi pengusaha atau entrepreneur.
Banyak seminar, Blog atau buku yang diterbitkan dengan judul bahwa jadi pengusaha itu enak..jadi pengusaha itu adalah yang terbaik dan sebagainya.
Sebenarnya semua itu tujuannya bagus tapi sayang banyak orang yang menyajikan hanya di bagian enaknya saja, sedangkan bagian pahitnya terkesan ditutupi agar orang tertarik untuk ikut seminar atau membeli bukunya.
Nah saya tergelitik untuk mengurai apakah benar enak jadi pengusaha itu? (mengacu pada kondisi saya pribadi)
Tujuan saya hanya satu yaitu ingin berbagi saja bahwa jadi pengusaha itu banyak ndak enaknya juga jadi kita bener-bener harus siap mental dan bahkan keluarga kita juga harus siap. sebelum ikut-ikutan menjadi pengusaha sebaiknya kita juga belajar pahit getirnya profesi usaha agar nantinya tidak menjadi pengusaha yang lembek mentalnya.
Beberapa point yang sering diunggulkan dalam profesi usaha :
1. Bisa kerja semaunya sendiri dan tidak ada istilah telat atau apa.
- Jawabnya memang iya secara teori tapi pada kenyataannya jam kerja saya malah ndak karuan, bahkan sampai jam 12 malam pun masih ada konsumen yang mau konsultasi atau menelpon. Bahkan saat asyik jalan-jalan ama anak atau sedang ngajarin anak pun handphone terus berdering. Trus kadang kalo ada tamu di toko kita harus pulang sampe larut karena saking banyaknya tamu. Coba bandingkan dengan karyawan, jam kerja sampe 17.00 WIB pasti pulang dan kalo belum pulang malah digaji lemburan..kalo pengusaha capek pasti tapi lemburannya belum tentu ada....hayo sekarang coba renungkan..beratnya ndak jadi pengusaha itu....
2. Bisa berkumpul ama keluarga lebih banyak.
- Jawabnya ndak juga, malah kalo usaha masih baru berjalan atau sedang dirintis banyak pengusaha yg tidak pulang alias lembur terus untuk mengejar deadline dari konsumen...banyak pengusaha yg terkadang sampe rumah masih saja kerja dan cuek ama keluarganya karena di kepalanya hanya ada kerja dan kerja...saya pun juga merasakan hal ini...karena belum ada karyawan maka saya harus bawa kerjaan pulang bahkan ketika anak mengajak main saya malah memarahinya karena ayahnya sedang kerja...atau kalo tiba2 ada sms atau telpon tentag komplainan maka acara keluarga langsung amburadul...tapi kalo karyawan kemungkinan besar tidak akan dapat telpon seperti itu..di rumah ya dirumah..kerja ya besok di kantor....banyak pengusaha2 besar yg tidak mengenal keluarganya, mengenal anaknya, tidak pernah bisa ikut acara keluarga karena sibuk dengan pekerjaannya....nah anda hrus catat ya bahwa menyatukan kegiatan usaha dengan memperhatikan keluarga itu sangat susah..mungkin kita bisa bekerja di rumah tapi sibuk dengan kerjaan sedangkan urusan keluarga tetap terabaikan. Apakah tidak mending kita kerja seharian trus malam full untuk anak/keluarga tanpa diganggu urusan kerja?
3. Pengusaha banyak uangnya
- Jawabnya iya tapi itu kalo berhasil ya...dan tahukan anda dibalik banyak uangnya mereka juga banyak hutangnya...sekarang kalo dilihat di catatan bank maka yg paling banyak utangnya adalah pengusaha...urusan hutang ini tidak mudah bro..bahkan di dalam agama hutang akan dibawa sampe mati..sampai nanti saat kita diadili kita akan dilihat hutangnya..tuh ngeri kan resiko pengusaha itu..apalagi kalo sampe usaha kita berurusan dengan riba dan sebagainya..maka saya bilang pengusaha paling banyak bersinggungan dengan hal-hal semacam itu...so pengusaha itu berat..kita harus bisa mengatur semuanya termasuk hutang2 ini agar tidak jadi boomerang ke kita nantinya...jadi menurut saya profesi pengusaha itu rawan sehingga kita harus banyak2 bertaubat dan minta ampun agar dosa-dosa kita diampuni...jadi sekali lagi kita harus bener-bener siap mental untuk bisa membayar hutang dan ulet agar nanti tidak terlilit hutang
Itu 3 poin yg mungkin bisa jadi pertimbangan awal....so pengusaha itu juga banyak ndak enaknya..bahkan kalo kita jadi pengusaha nakal bisa dijadikan pesakitan seperti para koruptor...
Nah disini jadi jernih kan bahwa pengusaha itu bukan profesi terbaik...yang terbaik itu adalah jika kita menjalani profesi kita sesuai ajaran yang baik apapun itu profesinya.
Jadi karyawan kalo baik maka hasilnya akan baik juga
Jadi polisi kalo baik maka hasilnya juga akan baik
begitu seterusnya...
Kita memang perlu mencintai profesi kita agar sungguh-sungguh dalam menjalaninya tapi sangat tidak baik kalo kita merendahkan profesi lain karena pada dasarnya tidak ada profesi terbaik."
Begitulah sepenggal kisah dari seseorang yang pernah terjun langsung ke dunia wirausaha dan akhirnya sampilah pada kesimpulan yang sifatnya masih sementara dan subjektif.
Bagaimana perasaaan dan mindset berpikir anda sekaranag ? masih kuatkah keinginan dan motivasi Anda untuk tetap menekuni dunia wirausaha ?
Masih Optimiskah Anda ? atau malah jadi pesimis setelah membaca artikel di atas ?
:) Tannya Kennapa ?...
Pada kenyataanya, memang kita harus bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian,, termasuk ketika kita ingin menjadi enterpreneur yang sukses dan berpenghasilan besar.. butuh perjuangan dan pengorbanan waktu, tenaga dan bahkan keluarga.. tapi apakah dengan itu kita menjadi pesimis dan tidak tertarik akan tantangan yang akan kita alami ketika memang kita benar-benar terjun langsung ke dunia wirausaha ?
Sekarang, anda perlu membaca juga artikel dari mas Yodhia Antariksa di bawah ini...
"Dibalik beragam liputan tentang
seribu satu sosok enterpreneur, negeri ini ternyata masih sangat sedikit
memiliki kaum wirausaha. Data terkini menunjukkan angka populasi entreprenuer
di negeri ini hanya 0,18 % dari total penduduk, atau hanya sekitar 400,000 orang.
Sebuah jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk lebih
dari 200 juta jiwa.
Padahal, kisah kemonceran sebuah
bangsa selalu dilentikkan oleh kisah heroisme para entrepreneurnya. Mereka
membangun bisnis dari nol, mendedahkan cerita legendaris, dan kemudian
menancapkan jejak yang amat kokoh dalam sejarah ekonomi dunia. Amerika akan
selalu dikenang karena mereka memiliki Henry Ford, Bill Gates, ataupun Lary
Page & Sergei Brin (pendiri Google). Jepang menjadi legenda lantaran kisah
Akio Morita (pendiri Sony), Soichiro Honda dan Konosuke Matshushita
(Panasonic).
Lalu bagaimana solusinya? Apa yang
mesti dilakukan negeri ini sehingga kelak akan lahir Bill Gates dari Bandung,
Akio Morita dari Pemantang Siantar, ataupun Sergei Brin dari tanah Maluku?
Solusi ini akan coba kita bentangkan dengan terlebih dulu menulusuri dua faktor
utama kenapa negeri ini masih sangat kekurangan sosok entrepreneur yang
tangguh.
Jawaban yang pertama mudah : kita
sangat kekurangan jumlah entrepreneur karena sistem pendidikan kita memang
mendidik kita untuk menjadi pegawai dan bukan entrepreneur; mengarahkan kita
untuk menjadi kuli, bukan kreator. Sungguh mengherankan, sepanjang kita sekolah
selama puluhan tahun, kita nyaris tidak pernah mendapatkan pelajaran mengenai
entrepreneurship. Juga nyaris tak pernah mendapatkan pelajaran tentang
keberanian mengambil resiko, tentang ketajaman mencium peluang bisnis, ataupun
pelajaran tentang life skills – sebuah pelajaran penting yang akan membikin
kita menjadi manusia-manusia mandiri nan digdaya.
Tidak. Kita tak pernah mendapatkan
itu semua. Selama bertahun-tahun kita hanya dijejali dengan aneka teori dan
konsep, seolah-olah kelak kita akan menjadi “kuli” atau pegawai di sebuah
pabrik. Lalu begitulah, setiap penghujung tahun ajaran, setiap kampus ataupun
sekolah bisnis beramai-ramai mengadakan Job Fair, memberikan pembekalan (sic! )
tentang cara menyusun CV yang bagus dan trik bagaimana menghadapi wawancara
kerja. Semua dilakukan sebab seolah-seolah bekerja menjadi “kuli berdasi” di
perusahaan besar (kalau bisa multi national companies) merupakan “jalur emas”
yang wajib ditempuh oleh setiap lulusan sarjana.
Kenyataan seperti diatas mestinya
harus segera dikurangi. Sebab situasi semacam itu hanya akan membuat spirit
entrepreneurship kita pelan-pelan redup. Sebaliknya, kita sungguh berharap
pendidikan dan pelajaran entrepreneurship diberikan secara masif dan sejak usia
dini, setidaknya sejak di bangku sekolah SLTP. Sebab
dengan demikian, negeri ini mungkin bisa bermimpi melahirkan deretan
entrepreneur muda nan tangguh pada rentang usia 17 tahun-an.
Pada sisi lain, acara semacam job
fair mestinya disertai dengan acara yang tak kalah meriahnya, yakni semacam
“Entrepreneurship Campus Festival”. Kita membayangkan dalam ajang ini, ribuan
mahasiswa muda datang dengan beragam gagasan bisnis yang segar, dan kemudian
dipertemukan dengan barisan investor yang siap mendanai ide bisnis mereka
(investor ini sering juga disebut sebagai “angel investor” atau “venture capital”). Melalui
ajang inilah bisa dilahirkan ribuan entrepreneur muda baru dari setiap kampus
yang ada di pelosok tanah air. Dan sungguh, dengan itu mereka tak lagi harus
antri berebut fomulir lamaran kerja, ditengah terik panas matahari, dengan
peluh di sekujur tubuh, dengan muka yang kian sayu…….(duh, biyung, malang
nian nasibmu…).
Faktor kedua yang membuat kita
sangat kekurangan entrepreneur, dan juga harus segera diatasi adalah ini :
mindset orang tua kita yang cenderung lebih menginginkan anaknya menjadi
pegawai/karyawan. Sebab, orang tua mana sih yang tidak bangga jika anaknya bisa
menjadi ekskutif di Citibank atau manajer di Astra International? Mindset
semacam ini menjadi kelaziman sebab bagi kebanyakan orang tua kita, mengabdi
dan bekerja di sebuah perusahaan besar setelah lulus kuliah adalah jalur yang
harus dilalui untuk merajut kesuksesan. Sebuah jalur “paling stabil” dan
“paling aman” untuk dapat melihat anaknya mampu membangun rumah dan memiliki
sebuah mobil sedan.
Sebaliknya, orang tua kita acap ragu
dan gamang ketika melihat anaknya memutuskan untuk membangun usaha secara
mandiri. Mereka khawatir jangan-jangan hal ini akan membuat anak cucu mereka
kelaparan……Mindset semacam ini pelan-pelan harus diubah. Cara yang paling
efektif adalah dengan menyodorkan semakin banyak contoh keberhasilan yang bisa
diraih para entrepreneur muda. Dengan kisah-kisah keberhasilan ini, diharapkan
orang tua kita menjadi kian sadar bahwa pilihan menjadi entreprenuer dan
membuka usaha sendiri merupakan jalur yang juga bisa membawa kesuksesan yang
melimpah.
Ya, orang tua kita mungkin perlu
disadarkan, bahwa pilihan menjadi juragan ayam ternak di kampung halaman tak
kalah hebat dibanding menjadi manajer di Citibank yang berkantor megah di
Sudirman. Bahwa pilihan menjadi juragan batik grosir tak
kalah mak nyus dibanding menjadi ekeskutif di sebuah perusahaan multi
nasional……"
Oke guys, silakan Anda renungkan kembali 2 artikel di atas, sehingga mindset anda tentang memilih suatu profesi memang benar-benar dari hati nurani anda, bukan dari kata orang atau bisikan-bisikan nafsu ingin cepat dapat banyak harta tapi tidak ada visi dan misi yang sangat prinsip bagi kehidupan kita kelak..
Saya pribadi memilih wirausaha karena ternyata profesi ini benar-benar penuh dengan tantangan dan sangat terasa bagaimana dinamika jatuh bangun, suka duka dari hidup itu menemukan kombinasinya sehingga menjadikan pekerjaan ini penuh Warna... :) sangat puitis ya.
Tapi 1 yang sangat prinsip bahwa pilihan profesi apapun harus kita landasi dengan kejelasan visi dan misi yang berisi tujuan utama dari perjuangan dan pengorbanan kita menekuni profesi kita tersebut. Yang paling luar biasa adalah ketika kita bisa mengkolaborasikan visi misi dunia dan akhirat di dalam setiap profesi yang menjadi jalan hidup kita.
Kolaborasi tersebut akan menghasilkan The Power Of Ibadah & Nafkah..
Semoga sukses Kawan..
"Dibalik beragam liputan tentang
seribu satu sosok enterpreneur, negeri ini ternyata masih sangat sedikit
memiliki kaum wirausaha. Data terkini menunjukkan angka populasi entreprenuer
di negeri ini hanya 0,18 % dari total penduduk, atau hanya sekitar 400,000 orang.
Sebuah jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk lebih
dari 200 juta jiwa.
Padahal, kisah kemonceran sebuah
bangsa selalu dilentikkan oleh kisah heroisme para entrepreneurnya. Mereka
membangun bisnis dari nol, mendedahkan cerita legendaris, dan kemudian
menancapkan jejak yang amat kokoh dalam sejarah ekonomi dunia. Amerika akan
selalu dikenang karena mereka memiliki Henry Ford, Bill Gates, ataupun Lary
Page & Sergei Brin (pendiri Google). Jepang menjadi legenda lantaran kisah
Akio Morita (pendiri Sony), Soichiro Honda dan Konosuke Matshushita
(Panasonic).
Lalu bagaimana solusinya? Apa yang
mesti dilakukan negeri ini sehingga kelak akan lahir Bill Gates dari Bandung,
Akio Morita dari Pemantang Siantar, ataupun Sergei Brin dari tanah Maluku?
Solusi ini akan coba kita bentangkan dengan terlebih dulu menulusuri dua faktor
utama kenapa negeri ini masih sangat kekurangan sosok entrepreneur yang
tangguh.
Jawaban yang pertama mudah : kita
sangat kekurangan jumlah entrepreneur karena sistem pendidikan kita memang
mendidik kita untuk menjadi pegawai dan bukan entrepreneur; mengarahkan kita
untuk menjadi kuli, bukan kreator. Sungguh mengherankan, sepanjang kita sekolah
selama puluhan tahun, kita nyaris tidak pernah mendapatkan pelajaran mengenai
entrepreneurship. Juga nyaris tak pernah mendapatkan pelajaran tentang
keberanian mengambil resiko, tentang ketajaman mencium peluang bisnis, ataupun
pelajaran tentang life skills – sebuah pelajaran penting yang akan membikin
kita menjadi manusia-manusia mandiri nan digdaya.
Tidak. Kita tak pernah mendapatkan
itu semua. Selama bertahun-tahun kita hanya dijejali dengan aneka teori dan
konsep, seolah-olah kelak kita akan menjadi “kuli” atau pegawai di sebuah
pabrik. Lalu begitulah, setiap penghujung tahun ajaran, setiap kampus ataupun
sekolah bisnis beramai-ramai mengadakan Job Fair, memberikan pembekalan (sic! )
tentang cara menyusun CV yang bagus dan trik bagaimana menghadapi wawancara
kerja. Semua dilakukan sebab seolah-seolah bekerja menjadi “kuli berdasi” di
perusahaan besar (kalau bisa multi national companies) merupakan “jalur emas”
yang wajib ditempuh oleh setiap lulusan sarjana.
Kenyataan seperti diatas mestinya
harus segera dikurangi. Sebab situasi semacam itu hanya akan membuat spirit
entrepreneurship kita pelan-pelan redup. Sebaliknya, kita sungguh berharap
pendidikan dan pelajaran entrepreneurship diberikan secara masif dan sejak usia
dini, setidaknya sejak di bangku sekolah SLTP. Sebab
dengan demikian, negeri ini mungkin bisa bermimpi melahirkan deretan
entrepreneur muda nan tangguh pada rentang usia 17 tahun-an.
Pada sisi lain, acara semacam job
fair mestinya disertai dengan acara yang tak kalah meriahnya, yakni semacam
“Entrepreneurship Campus Festival”. Kita membayangkan dalam ajang ini, ribuan
mahasiswa muda datang dengan beragam gagasan bisnis yang segar, dan kemudian
dipertemukan dengan barisan investor yang siap mendanai ide bisnis mereka
(investor ini sering juga disebut sebagai “angel investor” atau “venture capital”). Melalui
ajang inilah bisa dilahirkan ribuan entrepreneur muda baru dari setiap kampus
yang ada di pelosok tanah air. Dan sungguh, dengan itu mereka tak lagi harus
antri berebut fomulir lamaran kerja, ditengah terik panas matahari, dengan
peluh di sekujur tubuh, dengan muka yang kian sayu…….(duh, biyung, malang
nian nasibmu…).
Faktor kedua yang membuat kita
sangat kekurangan entrepreneur, dan juga harus segera diatasi adalah ini :
mindset orang tua kita yang cenderung lebih menginginkan anaknya menjadi
pegawai/karyawan. Sebab, orang tua mana sih yang tidak bangga jika anaknya bisa
menjadi ekskutif di Citibank atau manajer di Astra International? Mindset
semacam ini menjadi kelaziman sebab bagi kebanyakan orang tua kita, mengabdi
dan bekerja di sebuah perusahaan besar setelah lulus kuliah adalah jalur yang
harus dilalui untuk merajut kesuksesan. Sebuah jalur “paling stabil” dan
“paling aman” untuk dapat melihat anaknya mampu membangun rumah dan memiliki
sebuah mobil sedan.
Sebaliknya, orang tua kita acap ragu
dan gamang ketika melihat anaknya memutuskan untuk membangun usaha secara
mandiri. Mereka khawatir jangan-jangan hal ini akan membuat anak cucu mereka
kelaparan……Mindset semacam ini pelan-pelan harus diubah. Cara yang paling
efektif adalah dengan menyodorkan semakin banyak contoh keberhasilan yang bisa
diraih para entrepreneur muda. Dengan kisah-kisah keberhasilan ini, diharapkan
orang tua kita menjadi kian sadar bahwa pilihan menjadi entreprenuer dan
membuka usaha sendiri merupakan jalur yang juga bisa membawa kesuksesan yang
melimpah.
Ya, orang tua kita mungkin perlu
disadarkan, bahwa pilihan menjadi juragan ayam ternak di kampung halaman tak
kalah hebat dibanding menjadi manajer di Citibank yang berkantor megah di
Sudirman. Bahwa pilihan menjadi juragan batik grosir tak
kalah mak nyus dibanding menjadi ekeskutif di sebuah perusahaan multi
nasional……"
Oke guys, silakan Anda renungkan kembali 2 artikel di atas, sehingga mindset anda tentang memilih suatu profesi memang benar-benar dari hati nurani anda, bukan dari kata orang atau bisikan-bisikan nafsu ingin cepat dapat banyak harta tapi tidak ada visi dan misi yang sangat prinsip bagi kehidupan kita kelak..
Saya pribadi memilih wirausaha karena ternyata profesi ini benar-benar penuh dengan tantangan dan sangat terasa bagaimana dinamika jatuh bangun, suka duka dari hidup itu menemukan kombinasinya sehingga menjadikan pekerjaan ini penuh Warna... :) sangat puitis ya.
Tapi 1 yang sangat prinsip bahwa pilihan profesi apapun harus kita landasi dengan kejelasan visi dan misi yang berisi tujuan utama dari perjuangan dan pengorbanan kita menekuni profesi kita tersebut. Yang paling luar biasa adalah ketika kita bisa mengkolaborasikan visi misi dunia dan akhirat di dalam setiap profesi yang menjadi jalan hidup kita.
Kolaborasi tersebut akan menghasilkan The Power Of Ibadah & Nafkah..
Semoga sukses Kawan..
Langganan:
Postingan (Atom)